pengguna media sosial di indonesia 2022

Nelayantradisonal.
pengguna media sosial di indonesia 2022

Perkembangan internet belakangan ini telah banyak mengubah pola pikir manusia, bahkan pola pikir tersebut dituntut untuk lebih canggih lagi dalam setiap waktunya. Hasil dari perkembangan teknologi internet pun tidak terlepas dari pola dasar kehidupan manusia yang merupakan makhluk sosial. Hal tersebut mendorong munculnya situs jejaring sosial yang melahirkan berbagai social media yang menawarkan komunikasi dan interaksi yang ringkas, mudah, cepat dan hemat biaya.

Ada banyak sekali inovator yang berkreasi melahirkan berbagai social media, sebut saja Facebook, Twitter, Path, Instagram, Linkedln, Tumblr dan masih banyak lagi. Konsep adanya social media untuk mempermudah penggunanya dalam berinteraksi tanpa memikirkan jarak dan waktu memang sudah hadir sejak lama. Lewat social media kita bisa memiliki banyak teman baru, berinteraksi kembali dengan teman lama, atau update informasi. Semua kegiatan tersebut memang sah-sah saja, namun tanpa disadari penggunaan social media yang tadinya dianggap lumrah bergeser menjadi tidak wajar.


Coba kita periksa aktivitas kita dalam menggunakan social media mulai dari bangun tidur sampai tidur kembali. Dalam setiap waktunya kita tidak bisa terlepas dari penggunaan social media. Apapun dituangkan di sana, mulai dari setiap kegiatan yang kita kerjakan sampai pada urusan meluapkan perasaan. Jika kebablasan social media, maka tidak menutup kemungkinan dapat menimbulkan kecanduan. Bahkan sebuah penelitian University of Chicago Booth School of Bussiness yang melibatkan 250 responden menyebutkan bahwa kebiasaan mengecek situs jejaring sosial dan membuat status di sana lebih sulit disembuhkan daripada kecanduan pada alkohol atau rokok. Memang, tidak ada kategori spesifik yang menyebutkan seseorang telah kecanduan social media. Namun, ada ciri-ciri tertentu yang bisa dikenali, seperti sering mengakses social media tanpa memikirkan ruang dan waktu, kapan, di mana dan sedang apa. Ketika timbul perasaan tertentu, seperti marah, sedih, emosi akan secara spontan meluapkankannya di social media. Merasa tertekan ketika tiba-tiba ada gangguan jaringan sehingga tidak dapat mengakses social media.

Selain ciri-ciri tersebut di atas, ada beberapa dampak lainnya yang timbul ketika kita terlalu sering menggunakan social media. Berikut 4 fakta menarik terlalu sering menggunakan social media:
· Kecanduan Perilaku Seperti Judi Seseorang yang terlalu sering menggunakan social media telah mengaktifkan bagian otak yang terkait dengan imbalan. Hal ini seperti penjudi yang mendapatkan aliran perasaan senang ketika mereka menang. Ada kepuasan tertentu yang dirasakan ketika seseorang memposting sesuatu atau update status yang kemudian mendapat banyak ”like” atau banyak komentar. Hal ini dijelaskan oleh Dr. Michael Bengston, professor kepala bidang psikiatri anak dan remaja di University of South Florida yang menyatakan bahwa kecanduan tidak harus selalu melibatkan obat atau alkohol, tapi juga bisa kecanduan perilaku seperti judi.

· Gangguan Psikologis Seseorang yang terlalu sering menggunakan social media sampai timbul rasa candu, memiliki resiko lebih besar terkena gangguan psikologis. Hal ini berhubungan dengan hormon dopamine yang merupakan senyawa kimia yang ada dalam tubuh yang dapat merangsang rasa suka, gembira, atau ketenangan. Ketika seseorang mengakses social media dan mendapati banyak notifikasi di dalamnya, maka secara otomatis hormon dopamine akan bereaksi. Jika hal yang diinginkannya terpenuhi, maka akan timbul perasaan senang, namun jika tidak maka sebaliknya dia akan merasa resah. Karena sudah memasuki tahap kecanduan, maka perasaan yang dirasakan pun tentunya akan berlebihan baik itu senang, sedih, marah atau kesal. Bahkan menurut para pakar, apabila tingkat penggunaan social media sudah pada tahap addict, maka akan sulit untuk menghilangkan tingkat kecanduan tersebut, sehingga dibutuhkan waktu dan proses yang cukup lama untuk menyembuhkannya.

· Rendahnya Tingkat Tindakan Sosial Seperti kita ketahui, kita bisa mengakses social media di mana pun dan kapan pun, dari media apa pun entah itu ponsel, tablet, netbook atau laptop, sehingga terkadang kita lupa dengan kondisi di sekeliling kita. Mengapa bisa terjadi demikian? Karena kita telah merasa kebutuhan yang diinginkan sudah terpenuhi, yakni menikmati kegiatan yang dilakukan di social media. Hal ini dibuktikan dalam sebuah penelitian di University Maryland yang menemukan bahwa setelah mennggunakan ponsel, keinginan seseorang untuk ambil bagian dalam tindakan sosial seperti membantu orang lain, cenderung berkurang. Prof. Rosellina Ferraro yang melakukan penelitian mengatakan bahwa setiap manusia mempunyai kebutuhan dasar untuk berhubungan dengan orang lain. Tetapi, ketika kebutuhan itu sudah terpenuhi, seperti sedang menggunakan ponsel, maka secara alami rasa empati dan keterikatan dengan sekitarnya ikut menurun. Hal ini diperkuat dengan sebuah studi yang dilakukan peneliti dari Kellog School of Management di University Northwestern yang menemukan hasil penelitian hampir mirip. Hasil penelitian tersebut mengungkapkan bahwa orang-orang yang sudah memiliki ikatan yang kuat pada lingkaran sosialnya cenderung meremehkan dan menganggap kelompok lain dengan tidak baik. Adam Waytz sebagai peneliti mengatakan bahwa ikatan sosial mirip dengan makan. Ketika lapar, kita akan mencari makanan. Ketika merasa kesepian, kita akan mencari ikatan sosial. Saat ikatan sosial itu menguat, secara sosial kita akan merasa “kenyang” dan kehilangan selera untuk mencari teman lagi dan memperlakukannya secara kurang layak. Begitu pun dalam kegiatan mengakses social media, jika terlalu sering, tidak menutup kemungkinan kita menjadi tidak terlalu peduli dengan sosialisasi di kehidupan nyata, karena kita sudah merasa puas dengan berinteraksi di social media.

· Gejala Gangguan Mental





Salah satu kebiasaan baru yang dilakukan masyarakat pengguna social media adalah memposting berbagai kegiatan yang dilakukan di dalamnya, seperti memposting foto-foto ketika mengunjungi tempat tertentu, bahkan mereka rela mengurangi menikmati tempat yang dikunjungi untuk sekedar meng-upload foto terlebih dulu, belum lagi jika ada komentar masuk tentu saja ada keinginan untuk membalas komentar tersebut. Selain itu, yang sering kita lihat adalah memposting makanan sebelum menikmatinya. Lalu, apa hubungannya memposting makanan di social media dengan gejala gangguan mental? Ketika kita memposting banyak makanan di social media lalu ada banyak komentar yang masuk, di sanalah timbul keinginan untuk terus memposting makanan, bukan menyantapnya. Obsesi untuk terus mengunggah makanan dan minuman daripada menyantapnya, itu termasuk pada gejala gangguan mental. Kecenderungan seperti ini diungkapkan oleh Dr. Valerie Taylor, seorang psikiater dari Woman College Hospital, University of Toronto, Kanada. Beberapa restoran di New York bahkan menerapkan peraturan tidak boleh memfoto makanan dan mengungggahknya di social media. Salah satunya restoran milik Chef Michelin, David Bouley. Ia melarang para pelanggannya untuk mengambil foto makanan dan minuman yang telah disajikan. Menurutnya, makanan yang disajikan harus segera dinikmati dan aktivitas mengambil gambar bisa mengganggu pelanggan lain.

Itulah 4 fakta menarik terlalu sering menggunakan social media. Sudah selayaknya kita menggunakan fasilitas teknologi yang ada dengan bijak. Gunakan apa yang kita butuhkan, bukan yang kita inginkan, karena keinginan akan terus meningkat. Apabila tidak dapat dikendalikan, maka yang timbul adalah kecanduan yang justru malah merugikan.

Comments